Jemparingan adalah seni memanah tradisional khas gaya Mataram. Seni memanah di kalangan masyarakat Yogyakarta sejalan dengan kesadaran masyarakatnya untuk melestarikan budaya warisan leluhur. Seni memanah tradisional ini sangat unik karena masih mempertahankan tata cara dan budaya tradisional dalam peraturannya.
Istimewanya Jemparingan adalah tidak ada alat bantu seperti busur/panah modern yang ada pembidik, alat pengukur angin, dan release. Semua ini dikarenakan bahan yang digunakan dari alam (kayu dan bambu) tidak karbon seperti panahan internasional. Lalu bagaimana membidiknya? Membidiknya cukup dengan mengarahkan anak panah pada sasaran. Untuk melihatnya melalui ujung anak panah.
Jemparingan dilakukan dalam keadaan posisi duduk dan para pemanah memakai busana adat. Sasaran juga bukanlah target lingkaran seperti umumnya olahraga panahan, tetapi sebuah bandul putih yang diikat dengan tali yang disebut denganbedor/wong-wongan/bandulan berbentuk silinder dengan panjang sekitar 30-33 cm dengan diameter 3,0-3,5 cm.
Jemparingan dengan bahan baku tradisional ini tidak menggunakan release yang berfungsi sebagai penanda saatnya anak panah dilepaskan. Seorang pemanah harus tau kapan saatnya anak panah harus dilepaskan. Maka dari itu, banyak orang mengatakan Jemparingan bukan hanya olah raga, namun juga olah rasa. Maka dari itu, Jemparingan membutuhkan olah rasa yang besar.Karena sebenarnya olah raga panahan selalu identik dengan ketenangan dan ketepatan.



